“Enggak, Gue
nggak setuju,” tegasku. Cindy merencanakan sesuatu untuk membalas perbuatan
telah Cherly kepadaku. Yang benar saja, ini kan masalahku dengan Cherly. Mereka
bertiga perlu berbuat yang berlebihan. Aku tahu bahwa Cindy sudah muak dengan
Cherly, tetapi dia tidak perlu berbuat macam-macam kepada Cherly. Aku bisa
mengatasinya sendiri.
“Kenapa gak
setuju sih, Ca? Kita kan mau bantuin lo.” Chika pun angkat bicara.
“Ini masalah
gue sama Cherly. Kalian gak perlu ikut campur, apalagi membuat rencana licik ke
Cherly. Gue gak mau.”
“Why?” Cindy
menatapku bingung. Mungkin pikirnya, gue terlalu baik kepada Cherly. “Apa
gunanya kita sebagai sahabat lo? Gue gak mau lo sakit hati sendirian, Ca. Kita
bakal bantuin lo supaya masalah lo sama Cherly cepet kelar. Lo tau? Cherly itu
gak pantes jadi sahabat kita. Mana ada sahabat yang mekhianati sahabatnya
sendiri?” ucap Cindy Panjang lebar.
Aku
bingung dengan jalan pikiran Cindy. Mana ada membantu sahabatnya yang kesusahan
dengan cara yang licik seperti itu. Aku tidak suka. Lebih baik mereka diam
daripada harus bertindak yang tidak-tidak kepada Cherly. Aku tahu maksud Cindy
baik, tetapi aku tidak terima jika ada sesuatu buruk terjadi kepada Cherly.
“Tapi, gue
gak perlu bantuan kalian.” Aku melihat raut wajah terkejut dari mereka bertiga.
“Gue gak perlu, karena gue cuma butuh kalian jadi pendengar curhatan gue, keluh
kesah gue. Kalian gak perlu berbuat banyak. Gue Cuma mau kalian support gue
sebagai sahabat kalian,” jelasku.
“Tapi,
Ca….”
“Gak ada
tapi tapian, Cin,” potongku. “Gue bisa ngatasin masalah ini sendiri. Gue bisa
omongin dan lurusin masalah ini sama Cherly biar gak ada salah paham lagi. Ini
masalah gue sama Cherly, jadi kalian gak usah susah-susah buang tenaga demi
masalah gue ini. Gue juga gak mau persahabatan kita berlima hancur. Kalian gak
mau juga kan, persahabtan kita hancur cuma gara-gara berbuat hal yang
tidak-tidak sama sahabat sendiri?”, tanyaku dan dibalas gelengan oleh Cia dan
Chika. Cindy hanya diam tidak merespon apapun. Sepertinya, ia sedang memikirkan
sesuatu. Atau jangan-jangan, ia masih memikirkan strategi supaya rencananya
berhasil tanpa aku ketahui.
***
Seusai
makan di kantin, aku memutuskan untuk langsung kembali ke kelas. Tersisa hanya
Cindy, Cia, dan Chika yang masih berada di kantin. Aku kembali ke kelas
terlebih dahulu karena kepalaku terasa berat, seperti ditimpa besi yang sangat
kokoh di atasnya. Sesampai di kelas, kuputuskan untuk tidur hingga bel masuk
berbunyi. Lumayan, masih ada lima belas menit sebelum bel menyebalkan itu
berbunyi.
Di tengah tidurku, aku sempat terusik karena mendengar suara seperti suara obat nyamuk yang sedang disemprot. Meski terusik, aku tetap setia menutup mataku, jadi aku tidak tahu siapa yang sedang menyemprot ruang kelas ini. Tak lama suara itu menghilang dan berganti menjadi suara langkah kaki yang sedang berjalan menuju pintu kelas.
Pada awalnya aku memang mengira bahwa itu adalah obat nyamuk yang sedang disemprot seseorang. Tetapi, sepertinya dugaanku salah, karena aroma dari semprotan itu berbeda jauh dengan obat nyamuk. Jika pengharum ruangan juga sepertinya tidak mungkin, karena aromanya tidak semenyengat ini. Aroma dari semprotan itu sangat aneh dan asing di hidungku. Semprotan apa itu? Dan untuk apa orang itu tadi menyemprot benda itu di kelas ini? Untung saja aku tidak mati karena mencium aroma aneh dari semprotan itu.
Penulis: Ziki Ramadhan