"Tunggu,
Linda," kataku menahan Linda, "mereka bukan Indra dan Layla."
Aku dan Linda mulai
melambatkan laju lari kami, perlahan hingga akhirnya berjalan. Aku berjalan
dengan waspada saat orang yang tadinya aku anggap Indra mulai berbalik dan
melihat keberadaan kami.
Aku melihat si pria
seperti berbicara kepada rekan perempuan di sebelahnya. Tak lama setelah itu
perempuan itu seperti mengambil langkah besar dan melempar sesuatu ke arah
Linda.
"Awas," aku
sontak berteriak. Linda bisa menghindarinya dengan mudah, namun tak lama
setelah itu perempuan tadi langsung menghampiri Linda.
Saat aku ingin
membantunya, pria tadi juga ikut datang dan menghampiriku. Dia mengeluarkan
tinjunya langsung mengarah ke kepalaku.
Aku menahan kepalan
tangannya. Sontak kaki kiriku bergerak ke arah kanan dan segera menendang ke
arah kepalanya.
Dia menahan seranganku.
Segera aku menarik kembali dan mengulangi lagi menggunakan kaki kanan dan
lagi-lagi dia berhasil menahannya menggunakan tangan kanan.
Dia mencengkeram kakiku
dan kakinya menendang kakinya yang masih berpijak di tanah. Langsung saja aku
terjatuh ke tanah. Saat aku masih merasakan sakitnya terjatuh, tangannya
tiba-tiba meluncur kembali ke kepalaku.
Aku langsung menghindar
secepat mungkin, dan bangun. Kurasa dia bukan orang yang bisa dianggap enteng.
Matanya yang terlihat serius dan posisi tubuh yang sudah siap untuk bertarung
menambah kesannya yang terlihat kuat.
Aku pun memasang
kuda-kuda menyerang. Aku melihat dimana aku bisa menyerang. Posisinya sekarang
membuatnya bisa menahan semua jenis dan arah serangan yang kuberikan.
Dengan perlahan aku
maju, dengan masih memasang kuda-kuda. Kuarahkan kepalan tanganku ke arah
kepalanya. Satu per satu, selangkah demi selangkah aku mulai mendekat.
Secara tiba-tiba, aku
menendang ke arah kepalanya dari arah samping kanan dan segera ditahan olehnya.
Aku langsung mengembalikan kakiku dan mengganti serangan menggunakan kaki kiri
dari arah bawah.
Dia menahannya lagi,
namun kali ini aku langsung menurunkan kaki kiriku dan berputar ke kanan serta
menendangnya menggunakan kaki kanan.
Aku menendangnya cukup
kuat, dia cukup terkejut dan segera menahannya namun terlambat. Dia terkena
tendanganku dan langsung terjatuh.
Aku menghampirinya yang
sepertinya masih terkejut dengan tendanganku. Aku lalu membangunkan badannya
dan melingkari tanganku di lehernya.
Aku melihat Linda yang
sepertinya terpojok oleh perempuan tadi. Perempuan itu membawa benda tajam
seperti pisau namun dengan bilah besi yang sangat kecil. Bisa kubilang gabungan
alat pemecah es dan pisau dapur.
"Henti...,"
ucapanku tiba-tiba berhenti saat orang yang sedang kulingkari lehernya dengan
tanganku tiba-tiba mencengkeram lenganku dengan kuat.
"Badanmu terlalu
menempel denganku." Setelah berkata begitu tangan kanannya segera menyiku
perutku.
Tanganku melemah dan
melepaskan lehernya. Perutku rasanya sakit sekali. Dengan sedikit kesulitan
bernafas aku kembali berdiri dan berhadapan dengan orang ini.
Pria itu pun bersiap
untuk menyerang. Dia mendekat lalu melancarkan tendangannya bertubi-tubi, kiri
dan kanan ke arahku.
Aku yang masih berusaha
mengontrol rasa sakit dan nafas hanya bisa menunduk untuk menghindari
serangannya.
Saat kulihat celah yang
dibuatnya saat menendangku, aku segera menarik nafas, menahan rasa sakit lalu
menunduk kembali saat serangan kaki kembali datang. Tapi, kali ini aku menunduk
dengan persiapan matang.
Tangan kananku mengepal
dan meninju perut orang itu, tepat di bagian depannya. Dia kesakitan, dan aku
memanfaatkan keadaan.
Segera aku layangkan
kakiku kembali dan menendangnya dengan keras. Dia tersungkur kembali. Aku
menghampirinya kembali.
Kali ini aku tidak akan
mengulangi kesalahan yang sama. Kuraih kedua tangannya dan kutahan dibelakang
tubuhnya, sementara tanganku yang satunya lagi melingkari lehernya lagi sama
seperti sebelumnya.
Aku memaksanya berdiri
dan menghampiri Linda yang kali ini benar-benar terpojok dan tidak bisa berbuat
apa-apa.
"Berhenti, atau
akan kubunuh orang ini," ancamku.
Perempuan itu melihat ke
arahku, lalu dia tersenyum. Dia mendekati Linda yang sudah kelelahan dan
mendekatkan senjatanya ke leher Linda.
"Mari kita lihat
kira-kira siapa yang akan mati duluan, cekikan dengan siku atau irisan leher
dengan senjataku ini?" tantang perempuan itu.
Aku teperanga dengan
perlakuannya. Tiba-tiba tanganku disentuh dengan lembut oleh orang yang sedang
menjadi tahananku.
"Longgarkan, aku
mau bicara," pintanya pelan.
Aku pun melonggarkannya
sedikit.
"Julia,"
panggil orang itu. "Sudah cukup, jangan diteruskan."
Perempuan yang dipanggil
namanya itu pun segera menarik senjatanya dari leher Linda. Orang yang sedang
kutahan pun menepuk tanganku dan memberi aba-aba agar melepaskan dirinya.
"Aduh aduh,"
katanya sambil menghembuskan nafas," tak kusangka akan sesulit ini melawan
juara tiga kali berturut-turut kejuaraan karate."
"Tunggu
sebentar," ucapku tidak percaya. "Kamu tau aku siapa?"
"Casper, tolong
lain kali jangan membocorkan hal yang merepotkan." Perempuan itu
menghampiri memasukkan senjatanya sembari berjalan ke arah pria yang dia sebut
namanya itu.
Aku pun bergegas
menghampiri Linda. Dia pun berkata dirinya tidak kenapa kenapa, hanya sedikit
kelelahan dan sedikit shock saat diancam tadi.
"Ya, aku tau siapa
kamu. Juga temanmu yang satu itu. Aku juga tau kalau kamu sudah menang tiga
kali berturut-turut. Prestasi yang luar biasa, Andri."
Aku masih tidak
mengerti, mengapa dia bisa mengetahui namaku dan beberapa hal yang sudah
kuraih, apa dia penguntit?
Tapi ini pertemuan
pertamaku dengannya, dan sebelumnya aku belum pernah bertemu dengannya. Apa dia
adalah orang yang memiliki dendam denganku? Tapi aku tidak pernah membuat
masalah yang cukup besar sampai orang lain mempunyai dendam denganku.
"Aku minta maaf
sebelumnya karena sudah menyerang kalian berdua." Dia berjalan mendekat ke
arah aku dan Linda.
"Mungkin sedikit
terlambat, tapi perkenalkan namaku adalah Casper, dan dia adalah Julia."
Dia menunjuk perempuan yang ada di sebelah sembari mengenalkan diri.
"Sebenarnya aku
sudah tau kalau kau akan datang ke sini, ke dunia game ini. Anggap saja
pertarungan tadi adalah caraku menyambut kalian ala WWW Games."
"Kalian sudah tau
aku akan datang kemari?" tanyaku lagi. "Dan 'ala WWW Games?' apa
maksudnya itu?"
"Tunggu dulu,"
kata perempuan itu. "Aku tau kau kebingungan, tapi tolong bertanya satu
per satu."
Perempuan itu rasanya
terlihat lebih emosional dibanding saat sedang bertarung dengan Linda tadi.
Mungkinkah dia kesal karena sempat kuhentikan aksinya tadi?
"Tenang, semua akan
kujelaskan," kata pria itu.
"Tapi sebelumnya,
selamat datang di WWW Games! Dan sebagai tambahan ucapan selamat, akan
kupastikan kau tidak bisa kembali dalam waktu yang lama."
"Apa?"
BERSAMBUNG
Pengarang: Michael