Aku tidak suka suasana seperti ini. Menghapa dari sekian banyak lelaki di
sekolah ini harus dia yang menabrakku? Aku merasa tidak nyaman, belum lagi
tatapan menyebalkannya yang membuatku ingin meninju wajahnya.
“Caca.”
Dia memanggilku dengan nada sok polosnya. Aku hanya menatapnya.
Aku risi dengannya. Michael, satu-satunya cowok yang pernah singgah di
hatiku. Ya, aku baru berpacaran sekali dalam seumur hidup. Aku menyesal telah
menjadikan Michael sebagai kekasihku pada saat itu. Dia laki-laki yang berbeda
jauh dari tipeku. Kadang, sifatnya masih seperti anak kecil. Itu yang membuatku
tidak nyaman dengannya.
“Itu minum buat siapa?”
Seketika aku melihat botol air mineral yang masih kupegang. Airnya
sudah tak sedingin tadi, tetapi aku yakin, sensasi air ini pasti masih sejuk
jika masuk ke krongkongan Michael.
“Buat lo aja, nih.” Beruntung, dia menerima air mineral dariku.
“Eh, Ca....”
“Sorry, gue buru-buru, bye.”
Aku malas jika harus berbicara dengannya. Topik yang selalu ia
bahas sama sekali tidak membuatku tertarik. Ia selalu saja membahas anime dan
yang bahas adalah anime yang episodenya sangat panjang, salah satunya adalah
serial One Piece. Membosankan.
Sesampai di kelas, aku langsung mendudukan pantatku di bangku. Aku
tahu, Cindy, Cia, dan Chika sedang menatapku bingung. Mungkin, karena raut
wajahku yang tidak bersahabat ini.
“Ada apa, Ca? Muka lo kok ditekuk gitu?”
Aku hanya menatap Cindy sebentar, lalu kembali menatap mejanya.
Aku bingung harus menjawab apa? Apa iya aku harus jujur? Ah, taki aku tidak
ingin ada keributan lagi di antara kami—terutama di antara Cindy dan Cherly.
“Ca, ada masalah apa, sih?”
“Iya, kalo ada masalah cerita atuh, Ca.”
Cia dan Chika pun angkat bicara. Ah, sudahlah, aku jujur saja
kepada mereka. Aku ceritakan ke mereka apa yang terjadi tadi di lapangan
basket. Aku tidak mengada-ada cerita. Aku cerita berdasarkan apa yang aku lihat
tadi.
Raut wajah Cia dan Chika terkejut setelah aku menceritakan hal
itu. Berbeda dengan Cindy, wajahnya menjadi merah. Aku tahu, Cindy pasti sangat
marah saat tahu apa yang barusan aku ceritakan ke dia. Hah, aku harap kali ini
Cindy tidak terlewat batas seperti kemarin. Aku ingin Cindy, Cia, dan Chika
tutup mulut soal ini. Aku tidak ingin Cindy merencanakan sesuatu yang
tidak-tidak agar Cherly kapok. Ini masalahku dengan Cherly. Aku bisa
memperbaiki ini sendiri ... mungkin.
•••
Seminggu berlalu. Semua berjalan normal seperti biasa. Beruntung
Cindy, Cia, dan Chika masih tutup mulut soal masalahku dengan Cherly.
Akhir-akhir ini aku juga tidak melihat Cherly dan Raka bersama seperti saat
itu. Yah, semoga saja mereka tidak benar-benar seperti yang apa kupikirkan. Aku
tahu Raka memang baik kepada siapapun. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa
mereka bisa ... berduaan tanpa sepengetahuanku.
“Pagi, Caca.”
Suara Cherly yang menyapaku nyaring sekali di telingaku. Raka yang
memboncengnya sempat tersenyum padaku sebagai sapaan. Apa? Tunggu, Cherly
berangkat sekolah bersama ... Raka? Tidak. Tidak mungkin. Mengapa bisa? Agghh!
Rasa benciku terhadap Cherly semakin bertambah. Tetapi, entah
mengapa aku tidak bisa membenci Cherly. Dia temanku. Dia sahabatku. Tetapi
mengapa bisa ia seperti itu padaku?
Mataku terasa panas. Pandanganku terhalangi oleh air mata yang
menggenang. Napasku menggebu kencang. Ini sesak sekali. Aku tak tahu harus
bersikap seperti apa.