"Aku tahu kauhanya bercanda. Napasmu tak benar-benar berhenti, kauhanya ingin tahu apa kepergianmu benar-benar aku takuti." 

•••

 

Gadis itu tak henti-hentinya bersiul sejak turun dari taksi yang ia tumpangi. Sesekali ia pun bersenandung kecil mengiringi langkahnya sendiri. Ia benar-benar tidak sabar untuk bertemu dengan sahabatnya, Chloe. 

 

Tanpa menyempatkan diri untuk mengetuk pintu terlebih dulu, gadis itu langsung memasuki rumah kecilnya—tempat ia tinggal bersama Chloe—yang ternyata tak ada siapa pun di sana. Saat ia hendak memanggil nama Chloe, tiba-tiba suara gaduh dari atap membuatnya mengurungkan niat. Ia pun segera keluar rumah dan menaiki tangga menuju atap. Ia sengaja jalan pelan-pelan sekali, agar Chloe tidak dapat mendengar kedatangannya. Sebab ia berniat untuk memberi kejutan pada sahabatnya itu. 

 

Namun, ketika kakinya menginjak anak tangga teratas. Chloe lebih dulu memberinya kejutan. Sampai-sampai ia tak dapat membendung air matanya karena melihat kejutan yang Chloe suguhkan.

 

Chloe menatapnya terkejut. "Florence?" 

 

Isak tangis gadis itu—Florence—mulai terdengar. Dengan langkah pasti ia mendekati seseorang yang berada di samping Chloe, kemudian langsung menampar pipi orang itu kuat-kuat. Chloe dan orang itu tampak terkejut dengan yang dilakukan Florence. 

 

Akan tetapi, Florence tak peduli. Ia justru berteriak tepat di muka orang itu. "Dasar pengkhianat! Beraninya kau berselingkuh dengan sahabatku, huh?!" 

 

Florence kembali terisak. Ia benar-benar tak dapat menahan suara tangisannya. Melihat Rayyan sang kekasih bermesraan bersama Chloe—sahabatnya—cukup membuat dadanya merasa sesak. 

 

"Ma—"

 

"Jangan berkata apa pun!" jerit Florence memotong ucapan Rayyan, yang ia yakini ingin meminta maaf. 

 

Masih sambil terisak, Florence berkata, "Kita putus, dan kau, Chloe! Kemasi barang-barangmu dan pergi dari rumahku!"

 

Chloe hendak memegang tangan Florence. Namun, Florence lebih dulu menjauhkan diri sembari menjerit, "Pergiii!" 

•••

 

Malam ini, hujan deras menyapa bumi. Cukup untuk menjadi alasan agar Florence bisa meneduh di halte bus seperti sekarang. Payung hitam yang sedari tadi ia bawa, digunakannya untuk menutupi wajahnya yang sembab. 

 

Keberadaan Florence di halte itu membuat beberapa orang enggan ikut meneduh. Mungkin karena Florence yang menyembunyikan wajahnya di balik payung hitam, juga pakaian serba hitam yang gadis itu kenakan. Ditambah sesekali Florence terisak, membuat orang-orang semakin mantap untuk menjauhinya. 

 

Florence tak peduli. Ia tetap fokus pada rasa sakit yang tengah ia alami. 

 

Sampai tiba-tiba sebuah motor berhenti beberapa meter dari halte bus. Cowok tampan yang mengendarai motor itu turun dan menghampiri Florence dengan langkah pelan. Sesampainya di depan Florence, ia langsung berjongkok di depan gadis itu. Membuatnya tatapan mereka saling bertemu.

 

"Kau manusia?" tanya cowok itu sedikit menggelitik bagi Florence. 

 

Tampan, batin Florence. 

 

Saat tak mendapat jawaban dari bibir ranum Florence, cowok itu memilih beranjak dari posisi jongkoknya. Florence pikir, cowok itu akan pergi. Akan tetapi, cowok itu justru mendudukkan bokongnya di samping Florence. Kemudian, tangannya merangkul bahu Florence. Anehnya yang cowok itu lakukan malah membuat Florence semakin terisak. 

 

Cukup lama untuk menunggu tangis Florence mereda. Sampai ketika gadis itu telah menghentikan tangisnya, cowok itu pun kembali melontarkan tanya, "Kau manusia, 'kan?" 

 

Alih-alih menjawab, Florence justru meliriknya sinis. Sukses membuat cowok itu terperanjat dari duduknya. 

 

"Kau bukan manusia?" Cowok itu terlihat sangat terkejut, terlebih ketika Florence mengukir senyum yang lebih mirip seringai. 

 

Seperkian detik berikutnya, Florence tertawa terbahak-bahak. Payung hitam yang sedari tadi ia genggam terjatuh, tetapi sang empunya tak peduli dan tetap tertawa sembari memukul-mukul pahanya sendiri. Bahkan, kedua sudut matanya kembali mengeluarkan air mata. Entah air mata kesedihan atau kebahagiaan. 

 

"Kau tertawa?" tanya cowok itu pelan. 

 

Belum sempat Florence membalas, cowok itu kembali berujar, "Kau...."

 

Cowok itu menatap rumah kosong di belakang halte, lalu kembali menatap Florence, begitu hingga berkali-kali. Hingga pada akhirnya ia pergi meninggalkan Florence tanpa mengeluarkan sepatah kata apa pun. Ia berlari cepat-cepat ke arah motornya dan berlalu begitu saja. Menyisakan Florence yang terkekeh memandang kepergiannya. 

 

—Bersambung—


Penulis: Fini Mulyawati