Aliran sesat
pemuja setan telah kembali. Bukan dengan jubah merahnya, kali ini berwarna biru
dan di kota yang berbeda. Ibnu perwakilan dari Majalah Seram ditugaskan untuk
menyelidiki kasus yang dilakukan oleh sekte tersebut. Akankah nasib baik
menghampirinya?
==========
Teror pemujaan
setan masih terus berlanjut. Enam bulan berlalu, sejak tragedi yang terjadi di
kota Kujung. Aliran sesat yang bernama Sekte Darah kini mengintai masyarakat
yang tinggal di kota Karang yaitu suatu kota yang letaknya bersebelahan dengan
kota Kujung. Berbeda dengan yang terjadi kemarin, ritual yang dilakukan oleh
sekte di kota ini lebih parah. Lokasi pemujaannya pun masih tersembunyi.
Seorang reporter
majalah misteri yang bernama Ibnu ditugaskan untuk menyelidiki kasus yang
berhubungan dengan aliran sesat tersebut.
==========
Memasuki
pertengahan tahun setelah insiden Merah Sekte Darah, tepatnya hari kamis
tanggal 17 Juni 2025. Sekelompok jubah biru bergentayangan di sekitar kota.
Hampir setiap malam, laporan tentang kehilangan anak terus meningkat dari waktu
ke waktu. Menurut kesaksian dari para orangtua yang melaporkan, sosok jubah
birulah yang membawa anak mereka pergi. Aneh jika dipikirkan, kenapa para orangtua tega membiarkan sosok tersebut membawa anaknya.
Merebaknya kasus
penculikan anak secara tiba-tiba, membuat ketertarikan dari Majalah Seram untuk
memecahkan kasus di kota tersebut. Kota yang penuh dengan tempat bermain,
menjadikan kota Karang sebagai istana bermain bagi anak-anak. Namun sayang,
kini kota tersebut menjadi sunyi.
Seminggu
kemudian, di kantor redaksi Majalah Seram yang berpusat di kota Kujung. Majalah
yang digemari masyarakat setelah kasus sekte darah kemarin.
"Ini
menjadi hal yang bagus, tim Ibnu mulai besok kamu harus menyelidiki kasus di
kota sebelah," ucap Arif sebagai atasan Ibnu.
==========
Kring, kring, kring...!
Suara ponsel Ibnu berbunyi. Tertera nama Rey yang menghubunginya
tengah malam.
"Halo Rey,
ada apa?" tanya Ibnu.
"Aku dengar Mas mau menyelidiki tentang Sekte Darah ya di kota sebelah?"
Ibnu
menjawab dengan nada serius, "Iya ini kan pekerjaanku Rey, doain aja ya
semoga diriku selamat sama sepertimu."
"Sekte Darah mempunyai simbol lilin dan dua ular di sebelahnya, biasanya ada di
belakang jubah mereka, Mas."
Setelah obrolan
tentang sekte di telepon, esoknya Ibnu bersama tiga rekannya berangkat menuju
desa sebelah demi mengungkap tentang kasus penculikan anak yang katanya
dilakukan oleh Sekte Darah tersebut.
Matahari sudah
mulai terbenam, jalanan terlihat sepi, rumah-rumah penduduk pun tidak ada
aktivitas di luarnya. Tiba-tiba dari kejauhan terlihat sosok jubah biru yang
membawa seorang anak kecil. Mobil yang dikendarai oleh Saki, rekan Ibnu,
berhenti di pinggir jalan.
Kata Saki,
"Yang kita cari sudah ada di depan, sepertinya itu sosok jubah biru deh.
Bagaimana nih, Nu?"
"Farhan, Saki, dan Dana kalian di sini aja. Aku yang akan keluar untuk mengikutinya," balas Ibnu.
Ibnu langsung
keluar dari mobil dan mulai mengikutinya secara perlahan.
Kata Rey, di belakang jubahnya terdapat simbol. Oke deh, akan kuperhatikan baik-baik, batin Ibnu.
Sosok tersebut
berjalan semakin cepat, sepertinya dia sudah mengetahui jikalau ada seseorang
yang mengikutinya.
Ibnu masih terus
mengikutinya, namun sosok tersebut masih terus melanjutkan langkahnya dengan
menggandeng seorang anak kecil tersebut.
Prakkk...!
Pukulan
balok kayu terarah tepat ke pundak Ibnu. Langkahnya harus berhenti. Ibnu
tergeletak tak sadarkan diri.
==========
"Syukurlah
kau sudah sadar, Nu," ujar Saki.
"Ada apa
dengan diriku?"
"Kau pikun
ya, tadi kami menemukanmu tergeletak di gang jalan."
"Sayang
sekali, aku tidak bisa mengejarnya. Tapi aku menemukan fakta baru, Ki."
Saki menyahut,
"Fakta apa, Nu?"
"Ternyata
benar Sekte Darah masih ada, tapi anehnya sekarang mereka menggunakan jubah
biru bukan merah."
"Pertanda
bagus, Nu, kita akan selidiki lagi besok. Kau tidur saja dulu, mereka pasti
mengincarmu." Saki tertawa sinis.
Hari yang begitu
melelahkan bagi Ibnu dan lainnya. Penyelidikan tentang Sekte Darah masih
berlanjut. Sepertinya Sekte Darah sudah mengetahui bahwa ada yang mengawasi
mereka, sehingga Ibnu dibuat pingsan saat mengejar salah satu dari anggota
sekte tadi malam.
Hari kedua di
kota Karang.
"Saki,
seperti biasa kau mengawasi di dalam mobil saja. Lalu Farhan dan Dana kalian
mengikutiku ya," Ibnu meyakinkan timnya, "kemarin kita bisa membantu
Rey dan sekarang kita harus bisa mengungkap kasus penculikan ini. Kalian
siap?"
"Siap!"
Dengan menaiki
mobil, mereka bergegas menuju lokasi yang sering terjadi kasus penculikan anak.
Belum sampai di
lokasi, mereka dikejutkan dengan segerombolan Sekte Darah yang sedang berkumpul
di sekitar desa mati dekat kota.
"Saki, berhenti...!" cegah Ibnu sambil menunjuk ke arah gerombolan itu. "Putar balik, mereka ada di desa mati!"
Tanpa pikir
panjang, Ibnu keluar dari mobil. Sontak membuat panik Saki dan yang lainnya.
"Oi! Sudah gila kau, Ibnu," pekik Saki.
Saki, Dana, dan
Farhan tidak dapat lagi mencegah Ibnu yang sudah keluar dari mobil.
Sepertinya
gerombolan Sekte Darah sudah mengetahui kehadiran Ibnu dan yang lainnya.
"Ah, sial...! Mereka lari cepat banget."
Lagi dan lagi,
malam kedua Ibnu di kota Karang tidak membuahkan hasil.
Saki beserta dua
rekannya menghampiri Ibnu.
"Sudah, Nu,
besok malam kita cari tau lagi keberadaan tentang mereka," ujar Saki.
"Tapi
tunggu dulu, deh, ini jejak darah kan?" Dana bertanya untuk memastikan apa
yang dia lihat itu benar.
Saki menjawab,
"Iya, Nu, benar ini darah."
"Oke kalau
begitu, kita ikutin jejak darah ini."
"Bentar
deh, terus mobil kita taruh di mana?"
Suasana tegang
seketika berubah ketika pertanyaan Saki dilontarkan olehnya.
"Haha...
kau taruh aja di kantong Doraemon."
==========
Malam semakin
larut, pencarian Sekte Darah masih terus dilanjutkan oleh Ibnu beserta dengan
teman-temannya. Jejak darah tersebut berhenti di suatu bekas rumah mewah di
ujung desa mati.
"Teman-teman
sepertinya ini tempat yang dijadikan markas para pemuja setan itu. Jangan lupa
Saki sama Dana kalian rekam, dan untuk Farhan berdiri di belakang untuk
mengawasi sekitar." Ibnu bertindak tegas agar misinya untuk memecahkan
kasus penculikan ini berhasil.
Ibnu dan
teman-teman perlahan memasuki rumah tersebut. Dari luar, rumah tersebut
terlihat kumuh dan anehnya terdapat tanda segitiga setan atau layaknya segitiga
pemujaan di halaman rumah.
"Kita kaya
lagi uji nyali aja ya, Nu," canda Saki.
Memasuki rumah
tersebut, kosong, dan tidak ada siapa pun di sana. Terlihat ada lambang dari Sekte Darah yang terdapat di ruang depan rumah tersebut.
"Oke kita
berpencar, aku dan Saki ke lantai atas. Terus Dana dan Farhan
tetep stay di sini."
Ibnu dan Saki
menuju ke lantai atas. Ternyata para Sekte Darah sudah menunggu kehadiran
mereka. Begitupun dengan Dana dan Farhan. Mereka seperti dikepung oleh para
pemuja setan tersebut.
"Untuk apa kalian menculik anak-anak yang tidak berdosa ini?" tanya Ibnu dengan nada lantang.
"Selamat
datang di markas kami, perkenalkan aku adalah pemimpin dari Sekte Darah aliran
biru ini. Kami menculik anak-anak untuk dijadikan tumbal kepada Dark—sosok
makhluk halus yang berwujud ular. Selain itu, kami juga membuka praktik aborsi
untuk memberi makan dan menambah kekuatan kami. "
"Gila,
kalian memang gila!" Dengan rasa kesal, Ibnu mengeluarkan sebilah pisau
yang disembunyikan di balik baju seragamnya tersebut dan langsung menusukkan tepat
di jantung dari pemimpin biru Sekte Darah.
Semua
pengikutnya langsung fokus menolong sang pemimpin. Tanpa pikir panjang, Ibnu dan
teman-temannya lari secepat mungkin meninggalkan rumah bahkan kota mati
tersebut.
==========
Dua hari setelah
kejadian tersebut, kota Karang kembali normal. Berita tentang kehilangan anak
sudah tidak terdengar lagi. Ibnu, Saki, Farhan, dan Dana bersiap untuk kembali
ke kota Kujung dan menuliskan semuanya di majalah.
"Akhirnya
selesai juga misi kita ya, Nu. Tapi apa dia benar-benar mati?"